Tag

, , , , , , , , , , , , ,

Tulisan ini merupakan Pidato yang diucapkan oleh tokoh masyarakat Kamang tatkala menyambut kedatangan keluarga besar Djambek ketika mereka Pulang Basamo pada tahun 2008 silam. Mereka disambut di halaman heuler Joho dimana di sana dahulu pernah berdiri Surau Nyiak Djambek.

_______________________

Tulisan ini telah kami terbitkan pada tahun 2016, kami terbitkan ulang dengan membaginya kepada 3 (tiga) bagian:

_______________________

SAMBUTAN NAPAK TILAS KELUARGA BESAR “DJAMBEK” DI KAMANG. SENIN, 04 FEBRUARI 2008

Heuler di Joho, kepunyaan salah satu Kamanakan Kaum Dt. Palindih. Dahulu sebelum ada heuler, disinilah kantor Angku Lareh Garang Dt. Palindih dan kemudian dipinjamkan untuk dijadikan Surau Oleh Inyiak Djambek
Heuler di Joho, kepunyaan salah seorang kamanakan Kaum Dt. Palindih. Dahulu sebelum ada heuler, disinilah kantor Angku Lareh Garang Dt. Palindih dan kemudian dipinjamkan untuk dijadikan Surau Oleh Inyiak Djambek

Sesuai dengan peredaran waktu, sambutan ini dibagi dalam 3 periode:

  1. Kamang Pasca Perang 1908

Inyiak Syekh Moehammad Djamil Djambek berkenan mangabulkan permintaan mantan Laras Kamang Garang Dt. Palindih untuk meluruskan kegalaun fikiran masyarakat Kamang pasca Perang 1908.

Perang Kamang 1908 telah membawa malapetaka bagi masyarakat Kamang. Rakyat Kamang kehilangan pimpinan. Sebagian mereka telah gugur di medan juang. Yang tinggal dipenjara, dihukum, dan dibuang. Yang lolos dari penangkapan lari meninggalkan nageri.

Tanggal 19 Juni 1908, Angku Lareh Kamang Garang Dt. Palindih bersama kedua orang kemenakannya Dt. Siri Marajo yang merupakan Penghulu Kepala Tangah bersama adik kandung beliau A. Wahid Kari Mudo sebagai penggerak Perang Kamang 1908 ditangkap, kemudian dipindahkan ke tangsi Glodok di Jakarta.

Bulan Juni tahun 1910 Dt. Siri Marajo meninggal dalam penjara. Beberapa waktu kemudian Garang Dt. Palindih dibebaskan dan diizinkan pulang ke Kamang. A. Wahid Kari Mudo di vonis pembuangan ke Makassar untuk masa yang tidak ditentukan.[1] Kepulangan Garang Dt. Palindih telah memberikan angin segar bagi masyarakat Kamang. Walaupun telah dipecat sebagai Angku Lareh, namun kharisma beliau menempatkan beliau sebagai tokoh yang menentukan bagi perkembangan masyarakat Kamang selanjutnya.

Perang Kamang bukanlah peristiwa satu malam saja. Garang Dt, Palindih menyadari bahwa Belanda tidak dapat dikalahkan dengan senjata kalewang, ilmu bela diri baik berupa sihir, tarekat, atau mantra-mantra jimat, tidak dapat menghadapi peluru Belanda. Beliau memahami benar bahwa disamping Belanda, masih ada lagi musuh yang lebih besar, yaitu kebodohan. Kebodohan inilah yang selama ini dimanfaatkan Belanda selama ini.

Sepulang dari penjara dari Betawi (Jakarta), didapatinya masyarakat Kamang dicekam oleh bermacam-macam rasa ketakutan. Sebagai ekses yang timbul dan sengaja ditimbulkan sesudah perang oleh kaki tangan Belanda. Pemerintahan dipegang oleh Jaar Dt. Batuah, Laras Tilatang yang kekuasaanya diperluas sampai ke Kamang karena sikapnya yang memihak Belanda.[2] Garang Dt. Palindih bekas Kepala Laras Kamang tanpa ragu-ragu terjun ke medan juang baru untuk mencerdaskan anak nagari. Beliau mengadakan kerja sama dengan Inyiak Syekh Muhammad Djamil Djambek seorang ulama terkemuka di Bukittinggi.

Beliau meminta supaya Inyiak Djambek mengadakan pengajian di Kamang dengan mengambil tempat di rumah beliau (bekas kantor Laras Kamang) di tepi Batang Agam di Joho. Pada masa sekarang ini di lokasi tersebut berdiri gilingan padi (heuler). Permintaan Inyiak Garang Dt. Palindih dikabulkan oleh Inyiak Djambek. Murid yang pada mulanya sedikit, kemudian dari waktu ke waktu bertambah banyak juga.

Sayang, pada tahun 1915 rumah tempat pengajian ini dibakar oleh tangan jahil tak bertanggung jawab. Alhamdulilah, pada tahun itu juga berhasil dibangun sebuah surau yang cukup besar sebagai pengganti dan terkenal dengan nama Surau Inyaik Djambek. Jadi sebenarnya Suarau Inyiak Djambek ada dua, satu terletak di Bukittinggi yang sedang diadakan milad sekarang ini, kemudian yang satu lagi di Kamang.

Selama kurang lebih 30 tahun Inyiak Djambek selalu berulang setiap pekan memberikan dakwah pengajaran ajaran Islam kepada masyarakat Kamang. Sekali-sekali beliau bawa juga secara berganti-ganti beberapa ulama terkenal, diantaranya Inyaik Syekh Daud Al Rasyidi dari Balingka, Inyiak Syekh Ibrahim Musa Parabek, dan banyak yang lainnya. Usaha keras tak kenal lelah beliau ini telah berhasil memantapkan kembali tauhid dan aqidah umat, sehingga bebas dari syirik, sihir, tarikat yang selama ini telah memasyarakatkan jimat-jimat tahan tangan, tahan benda-benda tajam, tahan peluru, dan segala macam yang berkaitan dengan yang menyesatkan sudah ditinggalkan.

Selain dari pada itu, beliau langsung memberantas buta huruf. Murid yang mengikuti pengajian harus tahu dan pandai tulis baca huruf Arab Melayu dan Latin apalagi membaca Al Qur’an. Kami masih mendapati banyak orang-orang tua kami lancar membaca buku-buku hikayat tulisan Arab Melayu. Ditengah Inyiak Djambek sedang memberikan pengajian sering terjadi pemukulan meja tanda pengajian harus dihentikan oleh seorang anggota PID,[3] yaitu anggota intelejen Belanda yang bertugas memata-matai gerak gerik rakyat yang dicurigai menghasut memusuhi pemerintah Belanda.

Pada permulan tahun 1926 Inyiak Djambek terpaksa menghentikan kunjungan beliau ke Kamang, karena situasi panas.[4] Setelah reda, beliau kembali dibolehkan meneruskan pengajian. Malah belakangan, beliau mendapat penghargaan dari pemerintah Belanda atas jasa-jasa beliau menghapus faham komunis. Peranan Inyiak Djambek bersama Inyiak Lareh[5] dalam perjuangan melawan kebodohan mulai menampakkan hasil. Telah tersemai kader baru untuk meneruskan perjuangan. Pemuda-pemuda Kamang yang sudah mulai belajar ke sekolah-sekolah agama terkemuka seperti ke Padang Panjang, Pada Jopang dekat Payakumbuh, Parabek dekat Bukittinggi. Sekolah-sekolah ini telah memperluas cakrawala berfikir pemuda-pemuda Kamang.

Sebagai langkah awal pada tahun 1923 pemuda-pemuda Kamang; Ismail Labai Isa, Kasasi Labai Mudo, H. Jamiak, H. Abdul Malik, H. Mahmud, H. Bustaman Umar, Talut St. Parpatiah, M.Nur Labai Batuah, Tuanku Bagindo, dan lain-lain. Berhasil mendirikan madrasah dengan nama “Diniyah School” ala Diniyah School Labai el Yunusi di Padang Panjang.

Di rumah tempat tinggal Inyiak Djambek di samping surau beliau di Bukittinggi, beliau peruntukkan sebuah kamar khusus untuk para da’i muda berkumpul, bermusyawarah, dan bermuzakarah, berdialog cara sekarang. Beliau itu, antara lain Inyiak Jamain Abdul Murad, H.Abdul Rahman, H.Bustaman Umar, Habullah Ibrahim, Inyiak Manan, Inyiak H. Ali, dan lain-lain. Tempat itu berstatus juga sebagai posko, mempermudah orang mencari guru/mubalig untuk memberi pengajian di daerahnya. Beliau para da’i ini dihormati dan dihargai oleh anak-anak Inyiak Djambek, dianggap sebagai anggota keluarga, sehingga terjalin hubungan baik sampai kini.

Mengenai kegiatan bersama Inyiak Djambek ini kita cukupkan sedemikian dahulu. Semoga amal beliau diterima di sisi Allah SWT. Amiin!

===========================

Catatan Kaki:

[1] Silahkan baca perbincangan A. Wahid Kari Mudo dengan cucu beliau Miral Manan pada tulisan yang berjudul; Perang Kamang: Kesaksian Abdul Wahid Kari Mudo atau klik di SINI

[2] Jaar Datuak Batuah atau dikenal dengan panggilan Angku Damang Cingkuak dikalangan rakyat Kamang merupakan seorang cebong sejati pada masa lalu. Salah seorang muslim yang menganut faham; Ta’at dan Patuh pada Ulil Amri, sehingga sampai hati menjual, mengkhianati, dan menjagal saudara sebangsa dan seagama demi kepatuhan dan kesetiaannya pada Junjungannya. Selepas Perang Kamang, wilayah kekuasaannya diperluas dengan memasukkan Kelarasan Kamang ke dalam wilayah kekuasaannya. Tentang Angku Damang Cingkuak, silahkan klik DISINI.

[3] Dimasa Penjajahan Belanda, pemerintah jajahan membentuk suatu kesatuan (badan) bernama Politieke Inlightingen Dienst (PID) yang dibentuk pada tahun 1916. Selengkapnya lihat DISINI

[4] Pada tahun 1926 suhu politik di Hindia Belanda cukup panas karena adanya gerakan kaum Komunis yang berusaha melakukan pemberontakan. Di Jawa terjadi gerakan di beberapa kota seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Madiun sedangkan di Sumatera terjadi pemberontakan di Nagari Silungkang yang lebih dikenal dengan nama Pemberontakan Silungkang. Di Kamang juga berlaku hal serupa dengan organisasi bernama Syarekat Hitam dan dipimpin oleh Ramaya yang merupakan anak dari Rangkayo Siti Annisah dengan Engku Nan Basikek. Kedua orang tersebut syahid dalam Perang Kamang 1908. Sang anak kemudian meneruskan perjuangan dengan bergabung dengan Pemberontakan Rakyat 1926 di Kamang. Sama dengan Perang Kamang 1908 yang terjadi di Kamang namun gejolak sesungguhnya berlaku se Minangkabau. Demikian pula pada tahun 1926, walau perang lebih besar terjadi di Nagari Silungkang, namun gejolak yang tak kalah besar dan membuat penjajahan kepayahan juga terjadi di beberapa nagari di Minangkabau, salah satunya ialah di Kamang.

[5] Walau tidak lagi menjabat sebagai Kepala Laras (Lareh), namun Garang Dt. Palindih tetap dipanggil dengan panggilan Angku Lareh oleh penduduk Kamang.

==========================

Baca juga:

Antara Djambek dengan Kamang_2

Antara Djambek dengan Kamang_3

Hubungan Bathin Djambek dengan Kamang – Nagari Kamang

Kolonel Dahlan Djambek – Jazirah Malayu

Terbunuhnya Kol. Dahlan Djambek pada PRRI – Leznas Dewan Dakwah Sumbar

===========================